Revida Putri - Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) dan Asosiasi Digital Indonesia (IDA) menyuarakan penolakannya terhadap praktik intrusive advertising (iklan mengganggu) yang dilakukan oleh operator seluler di Indonesia, Telkomsel dan XL Axiata.
"Total ada 39 situs anggota idEA dan 21 situs anggota IDA yang menyatakan keberatan dan menyerukan penghentian praktik tersebut," ungkap ungkap Daniel Tumiwa selaku Ketua Umum idEA dalam keterangannya, Jumat (12/9/2014).
Penolakan ini dilakukan bukan tanpa alasan. Menurut Daniel, yang membuat prihatin adalah penayangan iklan itu dilakukan tanpa izin dan kerjasama dengan pemilik situs. Di lain sisi, pengguna beranggapan iklan yang tayang tersebut adalah milik situs atau media online bersangkutan. Walhasil, banyak pengguna yang mengeluh kepada pemilik situs.
Iklan yang dianggap menggangu tersebut formatnya ada dua, yakni interstitial ads - iklan ditayangkan dalam satu layar penuh sebelum pengguna masuk ke halaman situs yang dituju, dan off-deck ads - iklan disisipkan di bagian atas halaman sebuah situs.
Dari sisi konsumen pengguna jasa operator, praktik iklan ini juga dianggap mengganggu kenyamanan pengguna saat mengakses situs. Menurut Daniel belum ada komunikasi dan prosedur yang transparan dalam memberikan opsi bagi pengguna untuk menolak atau menerima penayangan iklan tersebut.
"Pertimbangan lain penolakan kami adalah mengenai isi iklan yang ditayangkan. Beberapa kali didapati isi iklan yang kurang pantas dan tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Isi iklan juga dapat menimbulkan iklim persaingan yang tidak baik di mana iklan dari sebuah perusahaan dapat ditayangkan di situs milik kompetitor langsungnya," paparnya.
Sebelumnya, tepatnya tahun 2013 lalu, polemik ini sudah pernah disampaikan ke operator. Pihak idEA dan IDA kemudian mengupayakan jalur mediasi untuk menyelesaikan persoalan ini.
idEA mengklaim telah mengundang Telkomsel dan XL, baik melalui ATSI (Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia) maupun secara langsung, secara formal dan juga informal. Namun, hingga kini upaya komunikasi tersebut diklaim belum mendapatkan perhatian serius.
"Total ada 39 situs anggota idEA dan 21 situs anggota IDA yang menyatakan keberatan dan menyerukan penghentian praktik tersebut," ungkap ungkap Daniel Tumiwa selaku Ketua Umum idEA dalam keterangannya, Jumat (12/9/2014).
Penolakan ini dilakukan bukan tanpa alasan. Menurut Daniel, yang membuat prihatin adalah penayangan iklan itu dilakukan tanpa izin dan kerjasama dengan pemilik situs. Di lain sisi, pengguna beranggapan iklan yang tayang tersebut adalah milik situs atau media online bersangkutan. Walhasil, banyak pengguna yang mengeluh kepada pemilik situs.
Iklan yang dianggap menggangu tersebut formatnya ada dua, yakni interstitial ads - iklan ditayangkan dalam satu layar penuh sebelum pengguna masuk ke halaman situs yang dituju, dan off-deck ads - iklan disisipkan di bagian atas halaman sebuah situs.
Dari sisi konsumen pengguna jasa operator, praktik iklan ini juga dianggap mengganggu kenyamanan pengguna saat mengakses situs. Menurut Daniel belum ada komunikasi dan prosedur yang transparan dalam memberikan opsi bagi pengguna untuk menolak atau menerima penayangan iklan tersebut.
"Pertimbangan lain penolakan kami adalah mengenai isi iklan yang ditayangkan. Beberapa kali didapati isi iklan yang kurang pantas dan tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Isi iklan juga dapat menimbulkan iklim persaingan yang tidak baik di mana iklan dari sebuah perusahaan dapat ditayangkan di situs milik kompetitor langsungnya," paparnya.
Sebelumnya, tepatnya tahun 2013 lalu, polemik ini sudah pernah disampaikan ke operator. Pihak idEA dan IDA kemudian mengupayakan jalur mediasi untuk menyelesaikan persoalan ini.
idEA mengklaim telah mengundang Telkomsel dan XL, baik melalui ATSI (Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia) maupun secara langsung, secara formal dan juga informal. Namun, hingga kini upaya komunikasi tersebut diklaim belum mendapatkan perhatian serius.
0 comments:
Post a Comment