Revida Putri - Tak mudah mengungkap sindikat kejahatan, khususnya kasus trafficking dan narkoba. Untuk mengungkap jaringan kejahatan tersebut, polisi harus menciptakan TKP (tempat kejadian perkara).
"Kasus-kasus seperti ini, beda dengan kasus kriminal pada umumnya, seperti 362, 363, 365, 351 atau kasus pembunuhan. Karena anggota Satreskrim tidak perlu menciptakan TKP, karena TKP itu muncul dengan sendirinya," kata seorang penyidik di lingkungan Polrestabes Surabaya, Senin (24/9).
Kasus trafficking misalnya. Pihak Reskrim, dalam hal ini Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), memasang beberapa polisi cantik untuk membekuk jaringan tersebut. Adakalanya mereka menyamar dan masuk menjadi korban trafficking. "Memang untuk polisi laki-laki juga sering dipasang. Biasanya mereka berperan sebagai pemesan 'ayam' atau pemesan narkoba," lanjut penyidik tersebut.
Untuk Polwan-Polwan cantik, mantan pasukan Unit PPA Polres Surabaya Timur (sebelum lebur jadi Polrestabes Surabaya) di bawah komando Iptu Yeni Qomariyah, selalu sigap membongkar jaringan trafficking.
Sebut saja Brika Vicky, polwan dengan postur tubuh tinggi semampai, berkulit kuning langsat ini, bersama beberapa Polwan lain, sering menelusuri tempat-tempat yang biasa dijadikan transaksi trafficking oleh para pelaku. "Untuk membongkar sindikat trafficking, butuh kejelian dan harus mampu membuat TKP," kata Yeni ketika masih menjabat Kanit PPA Polres Surabaya Timur kala itu.
Selanjutnya, medio 2010 ketika Polwiltabes Surabaya dilebur menjadi Polrestabes Surabaya, pasukan Unit PPA Polres Surabaya Timur ditarik bergabung di Unit PPA Polrestabes Surabaya di bawah komando mantan Kapolsek Mulyorejo, AKP Herlina yang kini bertugas di Mapolda Jawa Timur. Iptu Yeni Qomariyah naik menggantikan Herlina.
Alhasil, mantan anggota PPA Polres Surabaya Timur ini, berkali-kali sukses membongkar jaringan trafficking di Surabaya. Yang terbaru, mereka sukses membekuk jaringan Yunita alias Keyko (34), warga Jayagiri IX, Denpasar, Bali.
"Pengungkapan ini, tak lepas dari kerja keras Polwan-Polwan dan seluruh anggota kepolisian," terang Kasubbag Humas Polrestabes Surabaya, Kompol Suparti.
Keyko ini, dikenal 'bandot' nya para mami-mami ayam. Jaringannya menyebar di seluruh wilayah di tanah air. Bahkan, informasinya, tak jarang janda dua anak ini mendapat klien para pejabat, baik di Surabaya maupun di Jakarta.
Sementara sumber di kepolisian mengungkap, penangkapan Keyko ini bermula dari seorang petugas polisi yang menyamar sebagai pembeli via telpon ke Keyko. Kemudian memburunya hingga ke Pulau Dewata, Bali. Selanjutnya, menangkap pelaku lain warga Banyuurip yang menjual 11 anak di bawah umur ke lelaki hidung belang.
"Tidak semua, polwan-polwan cantik yang kita pasang untuk melakukan penyelidikan, melainkan polisi laki juga kita turunkan untuk menangkap pelaku," lanjut Suparti.
Menurutnya, semua petugas harus tetap bekerja sama dan bersinergi dalam pengungkap kejahatan. "Kejahatan tak pernah bisa diungkap tanpa ada kerjasama dari pihak kepolisian, baik Polwan, Polki maupun masyarakat,"
Dan untuk mengungkap kejahatan itu, adakalanya polisi yang menyamar berperan sebagai penjahat. "Sebab pelaku-pelaku kejahatan, terlebih lagi sindikat yang memiliki jaringan besar sangat sulit untuk ditangkap. Untuk itu, petugas harus bisa menciptakan TKP," pungkas mantan Kapolsek Asemrowo ini.
"Kasus-kasus seperti ini, beda dengan kasus kriminal pada umumnya, seperti 362, 363, 365, 351 atau kasus pembunuhan. Karena anggota Satreskrim tidak perlu menciptakan TKP, karena TKP itu muncul dengan sendirinya," kata seorang penyidik di lingkungan Polrestabes Surabaya, Senin (24/9).
Kasus trafficking misalnya. Pihak Reskrim, dalam hal ini Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), memasang beberapa polisi cantik untuk membekuk jaringan tersebut. Adakalanya mereka menyamar dan masuk menjadi korban trafficking. "Memang untuk polisi laki-laki juga sering dipasang. Biasanya mereka berperan sebagai pemesan 'ayam' atau pemesan narkoba," lanjut penyidik tersebut.
Untuk Polwan-Polwan cantik, mantan pasukan Unit PPA Polres Surabaya Timur (sebelum lebur jadi Polrestabes Surabaya) di bawah komando Iptu Yeni Qomariyah, selalu sigap membongkar jaringan trafficking.
Sebut saja Brika Vicky, polwan dengan postur tubuh tinggi semampai, berkulit kuning langsat ini, bersama beberapa Polwan lain, sering menelusuri tempat-tempat yang biasa dijadikan transaksi trafficking oleh para pelaku. "Untuk membongkar sindikat trafficking, butuh kejelian dan harus mampu membuat TKP," kata Yeni ketika masih menjabat Kanit PPA Polres Surabaya Timur kala itu.
Selanjutnya, medio 2010 ketika Polwiltabes Surabaya dilebur menjadi Polrestabes Surabaya, pasukan Unit PPA Polres Surabaya Timur ditarik bergabung di Unit PPA Polrestabes Surabaya di bawah komando mantan Kapolsek Mulyorejo, AKP Herlina yang kini bertugas di Mapolda Jawa Timur. Iptu Yeni Qomariyah naik menggantikan Herlina.
Alhasil, mantan anggota PPA Polres Surabaya Timur ini, berkali-kali sukses membongkar jaringan trafficking di Surabaya. Yang terbaru, mereka sukses membekuk jaringan Yunita alias Keyko (34), warga Jayagiri IX, Denpasar, Bali.
"Pengungkapan ini, tak lepas dari kerja keras Polwan-Polwan dan seluruh anggota kepolisian," terang Kasubbag Humas Polrestabes Surabaya, Kompol Suparti.
Keyko ini, dikenal 'bandot' nya para mami-mami ayam. Jaringannya menyebar di seluruh wilayah di tanah air. Bahkan, informasinya, tak jarang janda dua anak ini mendapat klien para pejabat, baik di Surabaya maupun di Jakarta.
Sementara sumber di kepolisian mengungkap, penangkapan Keyko ini bermula dari seorang petugas polisi yang menyamar sebagai pembeli via telpon ke Keyko. Kemudian memburunya hingga ke Pulau Dewata, Bali. Selanjutnya, menangkap pelaku lain warga Banyuurip yang menjual 11 anak di bawah umur ke lelaki hidung belang.
"Tidak semua, polwan-polwan cantik yang kita pasang untuk melakukan penyelidikan, melainkan polisi laki juga kita turunkan untuk menangkap pelaku," lanjut Suparti.
Menurutnya, semua petugas harus tetap bekerja sama dan bersinergi dalam pengungkap kejahatan. "Kejahatan tak pernah bisa diungkap tanpa ada kerjasama dari pihak kepolisian, baik Polwan, Polki maupun masyarakat,"
Dan untuk mengungkap kejahatan itu, adakalanya polisi yang menyamar berperan sebagai penjahat. "Sebab pelaku-pelaku kejahatan, terlebih lagi sindikat yang memiliki jaringan besar sangat sulit untuk ditangkap. Untuk itu, petugas harus bisa menciptakan TKP," pungkas mantan Kapolsek Asemrowo ini.
0 comments:
Post a Comment